Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (MKA) LAMR Kota Pekanbaru, Datuk Seri Rizky Bagus Oka saat membacakan sejarah singkat kota Pekanbaru. (Foto: siarancoid)
SIARAN.CO.ID, PEKANBARU- Momentum peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-241 Kota Pekanbaru, yang diselenggarakan DPRD Kota Pekanbaru dalam rapat paripurna istimewa, Senin (23/6/2025) di Balai Payung Sekaki, Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (MKA) LAMR Kota Pekanbaru, Datuk Seri Rizky Bagus Oka, membacakan sejarah singkat berdirinya Kota Pekanbaru.
Sejarah singkat yang disunting oleh Datuk Hendra dan tuan Bayu Amde ini membuka kembali ingatan kolektif masyarakat akan perjalanan panjang kota bertuah yang kini menjadi simpul utama perdagangan dan jasa di Sumatera bagian tengah.
Disampaikannya, bahwa sebelum bernama Pekanbaru, dikenal dengan nama Senapelan, perkampungan yang berada di tepi Sungai Siak, yang membentuk pola kawasan mengikuti aliran sungai secara linier sudah tercatat sejak tahun 1683 dalam arsip surat menyurat VOC Malaka ke Batavia.
Senapelan atau Sinapalan dalam arsip VOC dituliskan sebagai sebuah kampung persinggahan bagi kapal-kapal VOC dan
pedagang, sebelum berangkat ke hilir arah Semenanjung Malaya maupun balik ke hulu arah Petapahan yang merupakan pelabuhan penting di bagian dalam Sumatera saat itu.
Berita terkait
https://siaran.co.id/news/detail/714/momentum-refleksi-dan-kolaborasi-bangun-kota-pekanbaru
Senapelan dipimpin oleh seorang batin bergelar Setia Raja. Batin Senapelan adalah gelar kepala Suku Senapelan, yang wilayahnya dimulai dari Sungai Lukut hingga Palas dan memanjang ke arah kanan dari Sungai Pendanau hingga ke Sungai Kandis (saat sekarang dikenal dengan nama Sungai Sibam).
Tatkala Sultan keempat Kerajaan Siak yaitu Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah (1766-1780) dan Sultan kelima Sultan Muhammad Ali Muazzam Syah (1780-1782) menjadikan Senapelan sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Siak. Sebelumnya, pusat kerajaan berada di Buantan pada masa Raja Kecik, kemudian di Mempura pada masa Sultan Mahmud atau yang popular dengan Tengku Buwang dan anaknya Sultan Ismail. Perpindahan pusat pemerintahan ke Senapelan antara lain karena Senapelan memiliki keuntungan yang lebih baik karena terletak di persimpangan lalu lintas perdagangan yang ramai.
"Sebagaimana diketahui bahwa pada masa itu Senapelan adalah pengembangan dari sebuah dusun bernama Payung Sekaki jauh sebelum berdirinya Kerajaan Siak. Dusun Payung Sekaki ini kemudian berkembang ke selatan Sungai Siak di sekitar Pasar Bawah yang dikenal sebagai Senapelan," kata Datuk Seri Rizky Bagus Oka.
Ketika Sultan Alamuddin Syah bertahta, pada tahun 1767, ia menjadikan Senapelan sebagai pusat pemerintahan. Lambat laun, nama Senapelan menjadi populer untuk menyebutkan seluruh daerah tersebut. Senapelan menjadi pemukiman dengan penduduk dalam kepemimpinan seorang batin atau kepala suku, disebut dengan masyarakat suku Senapelan yang hidup dengan melakukan peladangan.
Setelah menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Siak, Senapelan menjadi semakin ramai dengan aktivitas perdagangan, sehingga perlu dibangun sebuah pekan (pasar). Namun, perkembangan pekan ini lambat, tingkat perdagangan masih biasa saja.
Barulah pada masa Sultan Muhammad Ali Muazzam Syah, pasar ini menjadi perhatiannya. Pekan tersebut diperbaharui dan ditata ulang sehingga berkembang dengan pesat.
"Pekan ini kemudian dikenal dengan Pekanbaru," ujar Datuk Seri yang juga merupakan Anggota DPRD Kota Pekanbaru dari Fraksi Gerindra.
Pembangunan pekan atau pasar ini terkait dengan pembangunan bandar yang tidak jauh dari pasar dan ruas jalan baru. Setelah sultan kelima ini mangkat dan diberi gelar Marhum Pekan, kekuasaan Senapelan diserahkan kepada Datuk Bandar yang dibantu oleh empat Datuk besar yang disebut datuk empat suku yaitu Datuk Lima Puluh, Datuk Tanah Datar, Datuk Pesisir dan Datuk Kampar.
Keempat datuk ini bertanggungjawab kepada Sultan Siak, sementara jalannya pemerintahan menjadi tanggungjawab Datuk Bandar.
"Berdasarkan musyawarah datuk empat suku tersebut, pada tanggal 21 Rajab hari Selasa tahun 1204 H bersamaan dengan 23 Juni 1784 M yang disandarkan kepada catatan Imam Suhil, negeri Senapelan diganti namanya menjadi Bandar Pekan, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Pekanbaru," ungkapnya.
Perkembangan selanjutnya tentang pemerintahan di Kota Pekanbaru selalu mengalami perubahan, antara lain sebagai berikut:
1. SK Kerajaan Siak No.1 tanggal 19 Oktober 1919, Pekanbaru bagian dari Kerajaan Siak yang disebut District.
2. Tahun 1931 Pekanbaru masuk wilayah Kampar Kiri dikepalai oleh seorang Controleur berkedudukan di Pekanbaru.
3. Tanggal 8 Maret 1942 Pekanbaru dikepalai oleh seorang Gubernur Militer disebut Gokung, Distrik menjadi Gun dikepalai oleh Gunco.
4. Ketetapan Gubernur Sumatera di Medan tanggal 17 Mei 1946 No.103 Pekanbaru dijadikan daerah otonom yang disebut Haminte atau Kota B.
5. UU No.22 tahun 1948 Kabupaten Pekanbaru diganti dengan Kabupaten Kampar, Kota Pekanbaru diberi status Kota Kecil.
6. UU No.8 tahun 1956 menyempurnakan status Kota Pekanbaru sebagai kota kecil.
7. UU No.1 tahun 1957 status Pekanbaru menjadi Kota Praja.
8. Keputusan mendagri tanggal 20 Januari 1959 Pekanbaru menjadi ibukota Provinsi Riau.
9. UU No.18 tahun 1965 resmi pemakaian sebutan Kotamadya dan berdasarkan UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebutan Kotamadya berubah menjadi Kota.
Sebelum tahun 1960, Pekanbaru hanyalah kota dengan luas 16 km Persegi yang kemudian bertambah menjadi 62.96 km Persegi dengan 2 kecamatan yaitu Kecamatan Senapelan dan Kecamatan Lima Puluh.
Selanjutnya pada tahun 1965 bertambah menjadi 6 kecamatan dan tahun 1987 menjadi 8 kecamatan dengan luas wilayah 446,50 km persegi. Dengan meningkatnya kegiatan pembangunan menyebabkan meningkatnya kegiatan penduduk disegala bidang yang pada akhirnya meningkatkan pula tuntutan dan kebutuhan masyarakat terhadap penyediaan fasilitas dan utilitas perkotaan serta kebutuhan lainnya.
Untuk lebih terciptanya tertib pemerintahan dan pembinaan wilayah yang cukup luas maka dibentuklah Kecamatan Baru berdasarkan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 10 Tahun 2019 menjadi 15 Kecamatan, 83 Kelurahan, 761 RW dan 3.068 RT. (Sumber BPS PKU, 2023).
"Tahun ini, Kota Pekanbaru sudah berumur 241 tahun. Perkembangan yang signifikan ini menjadikan Pekanbaru sebagai kota yang penting di Sumatera. Penghubung utara, selatan, barat dan timur melalui Sungai Siak dan menjadi kota Melayu yang multi etnis, berbasiskan perdagangan dan jasa yang akan terus digaungkan sehingga tuah kota ini dapat kita rasakan dan nikmati, sampai anak cucu," tuturnya mengakhiri.(srn1)