SIARAN.CO.ID, PEKANBARU – Dinilai merugikan rakyat kecil, DPRD Kota Pekanbaru mendesak Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru untuk mencabut surat edaran (SE) Nomor 10/SETDA-TAPEM/647/2024. SE ini dinilai kontroversial dan hanya menimbulkan kegaduhan.
“Ini keputusan yang tidak hanya membingungkan, tapi juga merugikan rakyat kecil. Warga tidak tahu harus mengadu ke siapa. Pelayanan administratif terganggu, bantuan sosial tertahan, bahkan untuk sekadar mengurus surat pengantar pun terhambat,” tegas Ketua Pansus Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan (LKK) DPRD Pekanbaru, Syafri Syarif SE, Senin (4/8/2025).
Syafri mengatakan kebijakan Pemko Pekanbaru dinilai mencederai rasa keadilan masyarakat. Surat Edaran (SE) Nomor 10/SETDA-TAPEM/647/2024 yang diteken oleh Pelaksana Harian (Plh) Sekretaris Daerah, Zarman Candra SSTP MSi, pada 20 Desember 2024 itu, memerintahkan penundaan pemilihan Ketua RT dan RW yang masa jabatannya telah habis, serta membubarkan panitia pemilihan yang sudah terbentuk di berbagai kelurahan.
Akibat kebijakan ini, pelayanan masyarakat di tingkat paling bawah menjadi lumpuh. Struktur RT/RW yang seharusnya menjadi ujung tombak administrasi dan layanan sosial kini terhenti, sementara kebutuhan warga semakin mendesak di tengah kondisi ekonomi yang sulit.
Syafri, yang juga politisi Fraksi Golkar DPRD Kota Pekanbaru, mengecam SE tersebut karena dianggap bertentangan dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 12 Tahun 2002 tentang RT/RW.
Ia menegaskan bahwa DPRD meminta Pemko segera mencabut surat edaran yang dinilai bertentangan dengan hukum.
“Ini soal pelayanan dasar masyarakat, bukan sekadar urusan birokrasi. Kami tidak akan tinggal diam jika pemerintah terus membiarkan rakyat tanpa wakil di tingkat paling bawah. Kalau tidak dicabut, DPRD akan ambil langkah tegas,” ujar anggota komisi I ini.
Disampaikannya, keluhan ini datang langsung dari masyarakat dalam kegiatan reses. Warga mengaku kesulitan mengakses berbagai layanan karena tidak adanya RT/RW yang sah.
“Kami di lapangan melihat langsung dampaknya. Masyarakat jadi korban dari kebijakan yang tidak berpijak pada hukum. Harusnya Pemko hadir untuk menyelesaikan, bukan malah menambah rumit,” keluh Syafri.
Ia juga menyoroti penunjukan aparatur sipil negara (ASN) sebagai pelaksana tugas RT/RW oleh pihak kelurahan yang dinilai tidak memiliki dasar hukum dan berpotensi menimbulkan persoalan baru di lapangan.
DPRD Pekanbaru menegaskan bahwa selama Perda baru belum disahkan, maka Perda lama tetap sah dan wajib dijadikan pedoman. Tidak ada alasan hukum yang kuat untuk menunda pemilihan RT/RW.
“Jangan biarkan rakyat kecil menunggu terlalu lama hanya karena pemerintah gamang mengambil keputusan. Ini bukan sekadar soal jabatan RT atau RW, ini soal wajah pelayanan publik kita,” tutup Syafri.(srn1)