Robin Eduar MH
SIARAN.CO.ID, PEKANBARU- Pemko Pekanbaru melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) belakangan ini gencar melakukan razia dan penyegelan terhadap tempat usaha yang tidak taat membayar pajak.
Dampak dari penindakan tersebut, sejumlah pelaku usaha atau wajib pajak (WP) ada yang merasa keberatan, ada yang kebingungan karena ketidaktahuan proses pembayaran pajak daerah.
Hal ini disampaikan kepada anggota DPRD Kota Pekanbaru, Robin Eduar MH.
Baca juga:
https://siaran.co.id/news/detail/712/pansel-umumkan-tiga-nama-calon-sekda-riau
Berkaitan dengan keluarnya imbauan Bapenda soal pajak 10 persen untuk jasa makanan dan minuman (kedai kopi, cafe), restoran, perhotelan, jasa parkir, jasa kesenian dan hiburan dan sarang walet, kepada wajib pajak, tertanggal 28 Mei 2025, ditandatangani Plh Kepala Bapenda T Deni Muharpan.
Menanggapi keluhan masyarakat tersebut, Robin yang juga merupakan politisi partai wong cilik, PDIP meminta Bapenda Pekanbaru untuk maksimalkan terlebih dahulu sosialisasi soal aturan dan berikan edukasi soal kewajiban pajak kepada WP atau pelaku usaha.
"Karena apa? Karena beberapa hari ini masyarakat mengadu ke saya. Banyak pelaku usaha belum paham soal aturan pajak daerah. Harusnya Bapenda memberikan edukasi dan sosialisasi kepada pelaku usaha terlebih dahulu, " kata Robin kepada siaran.co.id, Selasa (17/6/2025).
"Apalagi ada aturan, omzet di bawah Rp15 juta perbulan, tidak dikenai pajak. Lalu di atas Rp 15 juta baru dikenai pajak. Ini benar ada? Kalau ada Ini harus disosialisasikan agar masyarakat seluruhnya tahu, " kata Robin lagi tegas.
Baca juga:
https://siaran.co.id/news/detail/711/sayed-apresiasi-bupati-siak-buktikan-janji
Selain itu, disampaikannya, pelaku usaha juga mengeluhkan kurangnya informasi terkait prosedur pembayaran pajak, hingga besarnya sanksi yang diterima akibat keterlambatan yang tidak disengaja.
Oleh karena itu, dia menyarankan agar Bapenda lebih aktif memberikan pemahaman kepada para pelaku usaha, terutama yang berada di sektor UMKM.
"Jangan terkesan Bapenda menodong pelaku usaha, dan mewajibkan membayar pajak dari ketidaktahuannya. Sementara jenis usahanya hanya kedai kopi yang harga satu gelasnya Rp 8.000.
Kepada Robin, pelaku usaha itu mengaku disuruh petugas bayar pajak sejuta atau dua juta. Sementara omzetnya hanya sedikit.
"Itu harus berapa gelas kopi yang harus dibuat. Padahal, jika ada edukasi dari Bapenda, pajak ini bukan lah pelaku usaha yang bayar, tapi dibebankan kepada konsumen. Lalu disetorkan ke kas daerah. Ini lah tugas Bapenda memberikan pemahaman," terangnya.
"Kami minta Bapenda hadir ke tengah masyarakat untuk memberikan edukasi secara berkala, baik melalui sosialisasi langsung maupun media digital," ujar legislator senior tersebut.
Diakui Robin, bahwa pajak daerah merupakan satu sumber pendapatan utama bagi pembangunan kota. Apalagi tahun ini Bapenda ditargetkan harus bisa mengumpulkan PAD dari pajak Rp 1,1 triliun.
Namun harus diimbangi dengan pelayanan yang informatif dan memudahkan masyarakat.
Lebih dari itu, wakil rakyat asal Dapil 7 ini juga menyarankan, adanya penyederhanaan sistem pembayaran dan transparansi dalam penetapan nilai pajak. Sehingga pelaku usaha merasa lebih nyaman dan tidak terbebani secara administratif.
"Ke depan kita minta, agar pembayaran pajak harus via online. Petugas Bapenda tidak boleh lagi bersentuhan dengan uang secara langsung. Ini menghindari kebocoran atau permainan oleh oknum," ungkapnya.(srn2)