SIARAN.CO.ID, PEKANBARU — Empat terdakwa dalam kasus dugaan korupsi proyek rehabilitasi gedung Politeknik Kelautan dan Perikanan (KP) Kota Dumai menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pekanbaru, Senin (28/7/2025).
Proyek tersebut menimbulkan kerugian negara sebesar Rp6.080.234.275, sebagaimana hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Riau.
Para terdakwa dalam perkara ini adalah, Dwi Hertanto, Koordinator sekaligus Penanggung Jawab Kegiatan dan Ketua Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP), Bambang Suprakto, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Syaifuddin, Direktur Utama PT Sahabat Karya Sejati (SKS), dan Muhammadyah Djunaid, pemilik modal dari proyek tersebut.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dwi Joko Prabowo SH MH dalam dakwaannya menguraikan bahwa tindak pidana korupsi terjadi dalam kurun waktu Juli 2017 hingga Juli 2018. Saat itu, Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan (PPKP), Badan Riset Sumber Daya Manusia (BRSDM), Kementerian Kelautan dan Perikanan, memperoleh anggaran sebesar Rp20.520.574.000 dari APBN Tahun 2017 untuk kegiatan pembangunan gedung Politeknik KP Dumai.
Berdasarkan hasil lelang yang dilaksanakan oleh terdakwa Bambang Suprakto, proyek itu dimenangkan oleh PT Sahabat Karya Sejati (SKS) dengan nilai kontrak Rp18.338.598.000 dan masa pelaksanaan selama 120 hari kalender.
Namun, dalam pelaksanaannya, proyek tidak berjalan sesuai dengan kontrak. Jaksa menyebutkan, masing-masing terdakwa memiliki peran dan kontribusi yang berbeda dalam menimbulkan kerugian keuangan negara.
Terdakwa Dwi Hertanto, sebagai Koordinator dan Penanggung Jawab Kegiatan, disebut jaksa tidak menjalankan fungsi monitoring dan kontrol terhadap perkembangan pekerjaan proyek.
“Terdakwa selaku Ketua Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) tidak melakukan pemeriksaan/pengujian atas hasil kegiatan Pembangunan Gedung Politeknik Kelautan dan Perikanan (KP) Dumai dengan memperhatikan ketentuan yang tercantum dalam kontrak secara benar, dan menerima hasil pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak,” ungkap JPU di hadapan majelis hakim yang diketuai Azis Muslim SH MH.
Sementara itu, terdakwa Bambang Suprakto, sebagai PPK, dianggap lalai mengendalikan pelaksanaan kontrak. Ia tidak memastikan bahwa pelaksanaan proyek dijalankan oleh rekanan resmi, melainkan membiarkan pelaksanaannya dialihkan ke pihak ketiga.
“Terdakwa tidak mengendalikan pelaksanaan kontrak, sehingga mengakibatkan kegiatan pembangunan tidak dilaksanakan oleh terdakwa Syaifuddin sebagai Direktur Utama PT SKS, melainkan oleh pihak lain,” jelas JPU.
Jaksa juga menyebut Bambang membiarkan pengawasan dilakukan oleh personel yang bukan bagian dari Jasa Konsultan Pengawas PT Virama Karya Cabang Kalimantan, sebagaimana tercantum dalam kontrak.
Lebih jauh, Bambang dinilai turut bertanggung jawab atas pencairan dana proyek yang tidak sesuai progres pekerjaan.
“Terdakwa tidak menguji kebenaran, keabsahan serta akibat dari penggunaan surat bukti mengenai hak tagih kepada negara. Akibatnya, pembayaran dilakukan tidak sesuai dengan pekerjaan yang telah terpasang, karena pelaporan progres yang diajukan dalam pencairan setiap termin tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya,” tegas JPU.
Dalam dakwaan yang dibacakan, JPU menyebut Syaifuddin, selaku Direktur Utama PT SKS, memanipulasi data agar perusahaannya seolah-olah memenuhi syarat sebagai penyedia jasa.
“Terdakwa turut mengalihkan seluruh pelaksanaan kegiatan Pembangunan Gedung Politeknik KP Dumai ke pihak lain, yakni terdakwa Muhammadyah Djunaid, saksi Abdul Rohim Mustafa, dan saksi Yuli Isntanto, yang tidak sesuai dengan ketentuan kontrak,” terang JPU.
Syaifuddin juga tetap menerima pembayaran setiap termin, meski pekerjaan tidak sesuai dengan progres sebenarnya.
Terdakwa Muhammadyah Djunaid disebut JPU juga memanipulasi agar PT SKS seolah memenuhi syarat sebagai rekanan pelaksana proyek. Setelah itu, ia mengambil alih pelaksanaan proyek dari tangan Syaifuddin dan menyerahkannya kepada dua orang saksi.
“Terdakwa Muhammadyah juga turut menerima keuntungan pembayaran kegiatan pertermin yang dilaksanakan tidak sesuai dengan progres pekerjaan yang sebenarnya,” beber JPU.
Dakwaan dan Respons Para Terdakwa
Atas perbuatan mereka, para terdakwa dijerat dengan, Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18, dan Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam sidang, dua terdakwa yakni Dwi Hertanto dan Bambang Suprakto menyatakan akan mengajukan eksepsi (keberatan) atas dakwaan melalui kuasa hukum mereka. Sementara dua lainnya, Syaifuddin dan Muhammadyah Djunaid, menyatakan menerima seluruh dakwaan yang dibacakan oleh jaksa.(srn3/nor)